Jurnalistik atau dunia kewartawanan merupakan pekerjaan yang tidak asing
lagi di telinga masyarakat Indonesia. Bidang yang bergelut dalam peliputan
suatu berita (media massa) diidentikan dengan keras dan bahaya. Belum lagi,
jurnalistik terkenal sebagai pekerjaan yang di dominasi para pria. Padahal,
pekerjaan ini melibatkan juga wanita-wanita tangguh Indonesia. Wanita-wanita
inilah yang mewarnai dunia jurnalistik yang sering dianggap suram oleh sebagian
kalangan.
Beberapa masyarakat beranggapan wanita itu lemah dan tak pantas menekuni
bidang jurnalistik. Anggapan tersebut tak lantas menyurutkan perempuan yang
ingin menjajaki bidang jurnalistik. Misalnya ada Rohana Kudus, wanita yang
lahir pada tanggal 20 Desember 1884 dan meninggal di Jakarta pada tanggal 17
Agustus 1972 mendapat penghargaan sebagai wartawati pertama Indonesia pada Hari
Pers Nasional ke-3 pada tahun 1974. Penghargaan yang lainnya adalah sebagai
Perintis Pers Indonesia (1987) dan Bintang Jasa Utama.
Selain itu, wartawan wanita lainnya ialah Herawati wanita yang sudah
memasuki usia 95 tahun pernah bekerja sebagai wartawan lepas di kantor berita United Press International (UPI),
kemudian ia bergabung sebagai penyiar di radio Hosokyoku. Herawati juga
penerbit surat kabar berbahasa Inggris, The Indonesian Observer, yang
pada eranya menjadi sumber utama informasi mengenai Indonesia bagi korps
diplomatik asing yang bertugas di Jakarta.
Selanjutnya, sekarang ini kita mengenal Tina Talisa alumnus kedokteran gigi
Universitas Padjajaran (Unpad) sudah cukup lama berkecimpung pada bidang
jurnalistik yang sebenarnya tak sesuai dengan almamaternya. Mengawali karir di
stasiun televisi TVRI, kemudian mencoba peruntungannya di stasiun televisi
lain, seperti: Trans Tv, Tv One, dan sekarang mengabdikan diri di stasiun TV Indosiar
serta menjadi pembicara di berbagai acara seminar mahasiswa.
Itulah beberapa prestasi yang ditorehkan wanita dalam
bidang media, baik itu media cetak maupun media elektronik. Ternyata wanita
mampu dan memiliki peranan besar dalam media massa. Wanita tak bisa dipandang
rendah. Wanita memiliki kemampuan yang tak kalah hebatnya dengan pria. Sudah
tak zaman lagi adanya diskriminasi atau perendahan terhadap kaum wanita. Wanita
patut dibanggakan karena mampu berkiprah melalui jurnalistik sampai di kancah
internasional.
Patut dibanggakan pula, bagi wartawati-wartawati yang siap ditugaskan di
medan perang atau konflik. Dengan keberaniannya ia sanggup menanggung segala
resiko yang diterima. Wanita dalam jurnalistik secara nyata ikut menjadi saksi
bisu atas pemberitaan yang ada. Pada dasarnya, wanita memang mempunyai
kapasitas terbatas sejauh mana ia harus terjun dalam suatu bidang pekerjaan
Maka dari itu, seorang wanita tidak serta merta melupakan peran kodratinya.
Wanita tetap menjadi ibu bagi anak-anaknya dan tetap menjadi istri bagi
suaminya.
Terlepas dari segala prestasi para wanita dalam jurnalistik, kita perlu menundukkan
kepala sejenak dan berdoa bagi para jurnalis yang harus gugur ketika mengemban
tugas. Para jurnalis yang meninggal ketika peliputan perlu mendapat apresiasi
tinggi. Karena kekonsistensiannya pada jurnalistik ia tetap bertugas meliput
demi informasi kebenaran. Kasus terakhir gugurnya pewarta berita ini ialah
meninggal reporter dan kameraman stasiun televisi Trans Tv akibat jatuhnya
pesawat sukhoi SJ 100. Meninggalnya jurnalis tersebut membawa awan duka bagi
kalangan para pewarta berita lainnya. Jurnalistik tidak dipungkiri memang
pekerjaan dengan resiko yang cukup tinggi.
Dari berbagai kasus kecelakaaan kerja yang tidak terduga dan dialami para
jurnalis ini, perusahaan atau lembaga yang menanungi jurnalis tersebut seharusnya
bisa menjamin mereka dengan adanya jaminan sosial. Dengan adanya jaminan sosial
setidaknya akan menambah semangat dan keprofesionalitasan mereka dalam bekerja.
Jaminan sosial yang bisa diberi seperti, jaminan kesehatan, kecelakaan apalagi perlu adanya tunjangan melahirkan
bagi pekerja perempuan. Selain itu, ternyata terdapat juga para
jurnalis yang hanya berstatus wartawan kontrak dan kontributor. Jurnalis
bekerja untuk negeri, dengan adanya jurnalis dapat menjunjung tinggi suatu kepemerintahan
dan dapat pula menjatuhkannya. Setidaknya adanya jaminan sosial sedikit memberi
apresiasi lebih kapada mereka (jurnalis).
Menjadi seorang jurnalis selain mendapat kesempatan bisa berkenalan dengan
petinggi-petinggi negeri ini bahkan pejabat mancanegara, yang terpenting
pengalaman yang didapat. Bisa mengetahui dunia luar dengan tujuan mencari
kebenaran untuk diinformasikan kembali kepada khalayak. Jurnalis adalah
pekerjaan mulia, ibarat nabi jurnalis mampu menyebarkan segala kebenaran ke
penjuru dunia.
Jurnalistik
akan terus tumbuh dan berkembang. Semoga kedepannya melahirkan
jurnalis-jurnalis wanita yang lebih tangguh dan terus berprestasi dalam bidang
jurnalistik ini. Jadilah jurnalis yang kreatif dan memegang teguh aturan
kewartawanan yang ada. Jangan label wartawan amplop kembali melekat kepada para
jurnalis, junjung tinggilah profesionalitas pekerjaan. Hal terpenting lainnya
ialah informasikan setiap berita yang ada dengan kadar kebenarannya yang
berimbang. Jangan penyebaran suatu berita hanya memihak satu kepentingan saja.